6 Alasan Kenapa Generasi Muda Jarang Mau Jadi Petani

Spositif.com – Perubahan zaman dan perkembangan telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia pertanian. Di Indonesia, profesi petani yang dahulu sangat dihormati dan menjadi tulang punggung perekonomian, kini semakin ditinggalkan oleh generasi muda. Meskipun sektor pertanian tetap menjadi bagian penting dari perekonomian nasional, semakin sedikit anak muda yang tertarik untuk menggeluti profesi ini. Ada berbagai faktor yang menyebabkan rendahnya minat generasi muda untuk menjadi petani, mulai dari persepsi negatif hingga tantangan finansial dan sosial. Artikel ini akan mengulas enam alasan utama yang membuat generasi muda jarang mau menjadi petani, serta dampaknya terhadap masa depan pertanian di Indonesia.

 

  1. Kurangnya Penghargaan dan Gengsi

Banyak generasi muda yang merasa bahwa profesi petani tidak memiliki gengsi yang tinggi dibandingkan dengan profesi lain. Mereka sering melihat profesi ini sebagai pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan tinggi dan kurang dihargai di masyarakat. Akibatnya, mereka cenderung memilih pekerjaan yang lebih bergengsi dan diakui, seperti di bidang teknologi atau bisnis.

Kurangnya penghargaan ini juga tercermin dalam media dan pendidikan. Media jarang menampilkan cerita sukses petani atau mengangkat pentingnya peran petani dalam masyarakat. Di sekolah, profesi petani seringkali tidak dijelaskan sebagai pilihan karier yang menjanjikan, sehingga minat untuk terjun ke bidang ini sangat minim.

Selain itu, banyak orang tua yang menginginkan anak-anak mereka memiliki kehidupan yang lebih baik dan tidak harus bekerja keras di ladang. Mereka mendorong anak-anaknya untuk mengejar pendidikan tinggi dan pekerjaan di kota, sehingga profesi petani semakin kehilangan penerus.

 

  1. Tantangan Finansial

Profesi petani seringkali dihadapkan pada tantangan finansial yang besar. Modal awal untuk memulai usaha pertanian cukup tinggi, terutama untuk membeli lahan, bibit, pupuk, dan peralatan pertanian. Selain itu, pendapatan dari bertani tidak selalu stabil karena bergantung pada cuaca, hama, dan fluktuasi harga pasar.

Banyak generasi muda yang tidak memiliki akses ke modal atau dukungan finansial untuk memulai usaha pertanian. Mereka juga khawatir dengan risiko finansial yang tinggi dan ketidakpastian pendapatan yang mungkin dihadapi. Hal ini membuat profesi lain yang menawarkan gaji tetap dan kestabilan finansial lebih menarik bagi mereka.

Kurangnya akses terhadap pinjaman dengan bunga rendah atau bantuan finansial dari pemerintah juga menjadi kendala. Program-program dukungan yang ada seringkali tidak cukup atau sulit diakses oleh generasi muda yang ingin memulai karier di bidang pertanian.

 

  1. Ketergantungan pada Teknologi

Generasi muda saat ini tumbuh dalam lingkungan yang sangat bergantung pada teknologi. Mereka terbiasa dengan kenyamanan dan efisiensi yang ditawarkan oleh teknologi modern, mulai dari smartphone hingga internet. Namun, pertanian tradisional seringkali masih mengandalkan metode yang lebih manual dan kurang didukung oleh teknologi canggih.

Meski ada perkembangan teknologi pertanian, banyak lahan pertanian di Indonesia yang belum terjangkau oleh inovasi-inovasi ini. Kurangnya akses terhadap teknologi modern membuat pekerjaan di sektor pertanian terasa lebih berat dan kurang menarik bagi generasi muda yang terbiasa dengan kemudahan teknologi.

Selain itu, pelatihan dan pendidikan tentang teknologi pertanian masih terbatas. Generasi muda yang tertarik pada teknologi mungkin tidak mengetahui bahwa ada peluang besar untuk mengaplikasikan minat mereka di bidang pertanian. Kurangnya informasi dan mengenai hal ini menjadi penghalang besar.

 

  1. Persepsi tentang Kerja Fisik yang Berat

Banyak generasi muda yang memiliki persepsi bahwa bekerja sebagai petani berarti harus melakukan pekerjaan fisik yang sangat berat. Mereka membayangkan harus bekerja di bawah terik matahari, berurusan dengan lumpur, dan melakukan aktivitas yang menguras tenaga setiap hari. Persepsi ini membuat profesi petani terlihat kurang menarik dan lebih sulit dibandingkan pekerjaan di kantor atau industri kreatif.

Memang, pekerjaan di sektor pertanian membutuhkan fisik yang kuat, tetapi dengan adanya teknologi dan metode pertanian modern, beban fisik ini bisa dikurangi. Sayangnya, informasi tentang bagaimana teknologi dapat meringankan pekerjaan petani belum banyak tersebar di kalangan generasi muda.

Di samping itu, banyak dari mereka yang lebih memilih pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk bekerja di dalam ruangan dengan fasilitas yang nyaman. Kondisi kerja yang dianggap kurang menyenangkan di sektor pertanian menjadi salah satu alasan utama mengapa mereka enggan terjun ke bidang ini.

 

  1. Kurangnya Pengetahuan dan Pendidikan Pertanian

Generasi muda sering kali tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pertanian. Sistem pendidikan formal jarang sekali memasukkan materi yang mendalam tentang pertanian dan potensi karier di bidang ini. Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak memahami pentingnya sektor pertanian dan peluang yang ada di dalamnya.

Bahkan jika mereka tertarik, akses terhadap pendidikan dan pelatihan pertanian juga terbatas. Banyak institusi pendidikan yang belum menawarkan program yang fokus pada pertanian modern dan teknologi pertanian. Hal ini menyebabkan kurangnya keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk sukses di bidang ini.

Selain itu, tidak banyak inisiatif yang menghubungkan generasi muda dengan para petani sukses yang bisa menjadi mentor. Kurangnya role model dan program magang di sektor pertanian membuat generasi muda kesulitan untuk melihat bagaimana mereka bisa berkarier di bidang ini dan apa saja yang perlu mereka pelajari.

 

  1. Perubahan Sosial dan Urbanisasi

Perubahan sosial dan urbanisasi yang pesat juga berperan dalam menurunnya minat generasi muda untuk menjadi petani. Banyak dari mereka yang pindah ke kota untuk mencari peluang kerja yang lebih baik dan kehidupan yang lebih modern. Urbanisasi membuat kehidupan di desa dan pekerjaan sebagai petani terlihat kurang menarik dan tidak menjanjikan.

Perpindahan ke kota juga menyebabkan banyak lahan pertanian ditinggalkan atau diubah fungsinya menjadi perumahan atau industri. Generasi muda yang tumbuh di kota mungkin tidak memiliki keterkaitan emosional atau sejarah keluarga dengan pertanian, sehingga mereka tidak tertarik untuk kembali ke desa dan mengelola lahan pertanian.

Selain itu, kehidupan di kota menawarkan berbagai kemudahan dan hiburan yang tidak tersedia di desa. Akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum yang lebih baik di kota membuat banyak generasi muda enggan kembali ke desa untuk bekerja sebagai petani. Mereka merasa bahwa kehidupan di kota memberikan lebih banyak kesempatan untuk berkembang dan meraih kesuksesan.