Kumpulan Kata-kata Bijak Bahasa Jawa dan Penjelasannya

Spositif.com – Dalam budaya Jawa, kata-kata bijak memiliki makna mendalam dan seringkali menjadi pedoman hidup bagi banyak orang. Dari zaman dulu hingga kini, kata-kata bijak dalam bahasa Jawa telah menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi masyarakat. Artikel ini akan menjelajahi kumpulan kata-kata bijak dalam bahasa Jawa beserta penjelasan mendalam tentang maknanya. Dari filsuf kuno hingga pepatah populer, kata-kata bijak ini tidak hanya mencerminkan kearifan lokal, tetapi juga menawarkan wawasan yang dapat diterapkan dalam sehari-hari. Dengan menggali makna dan pesan di balik kata-kata tersebut, pembaca akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang budaya dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Jawa.

 

1.Dene lamun tan ngraosake yen amuwus, ingkang luwung umandela, utama ingkang semu wingit, myang den dumeh ing pasmon semu dyatmika.

(Jika kamu merasa bicaramu tidak berisi, lebih baik diam saja, terutama untuk hal-hal yang penting dan sensitif, bersikaplah tenang)

 

Penjelasannya:

Kutipan tersebut memberikan wejangan tentang kebijaksanaan dalam berbicara. Ketika kita merasa bahwa kata-kata yang akan kita ucapkan tidak akan menambah nilai atau makna dalam suatu percakapan, lebih baik untuk tetap diam. Ini menunjukkan kedewasaan dan pengendalian diri yang penting, terutama ketika kita berurusan dengan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran yang mendalam.

Dalam keadaan seperti itu, mempertahankan ketenangan pikiran sangatlah penting untuk menjaga kualitas komunikasi dan pemahaman yang lebih baik. Oleh karena itu, pesan dari kutipan tersebut adalah untuk menimbang-nimbang kata-kata sebelum diucapkan, terutama ketika hal itu berkaitan dengan masalah penting yang membutuhkan kebijaksanaan dan kedalaman pikiran.

 

2.Akeh carane kanggo bahagia, salah sijine ngeculke uwong sing nyia-nyiake awakmu.

(Banyak cara untuk menjadi bahagia, salah satunya melepaskan orang yang  sudah menyia-nyiakan kamu).

 

Penjelasannya:

Kutipan tersebut mengajarkan bahwa ada banyak cara untuk meraih kebahagiaan dalam hidup, namun salah satu cara yang penting adalah dengan memahami kapan saatnya untuk melepaskan orang-orang yang tidak lagi memberikan kontribusi positif atau malah merugikan kita. Dalam perjalanan hidup, seringkali kita bertemu dengan orang-orang yang mungkin pada awalnya tampak baik namun kemudian ternyata menyia-nyiakan atau bahkan menyakiti kita. Dalam situasi seperti ini, penting untuk memiliki keberanian dan kedewasaan untuk melepaskan hubungan yang tidak sehat tersebut. Meskipun mungkin sulit pada awalnya, melepaskan orang-orang yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kita dan yang tidak menghargai kita akan membuka pintu bagi kebahagiaan yang lebih besar dan kehidupan yang lebih positif.

 

Dengan membebaskan diri dari beban hubungan yang merugikan, kita dapat menemukan kedamaian dalam diri sendiri dan membangun hubungan yang lebih dengan orang-orang yang benar-benar peduli dan mendukung kita. Oleh karena itu, pesan dari kutipan tersebut adalah untuk memiliki keberanian untuk melepaskan orang-orang yang tidak memperkaya kehidupan kita, sehingga kita dapat mengejar kebahagiaan dan kesejahteraan yang sejati.

 

3.Becik ketitik, ala ketara.

(Segala perbuatan baik akan selalu terungkap, dan perbuatan buruk lambat laun akan ketahuan).

 

Penjelasannya:

Kutipan “Becik ketitik, ala ketara” menyoroti prinsip-prinsip fundamental keadilan dan karma dalam kehidupan. Pesan yang tersirat dalam kutipan ini sangat relevan dalam konteks moralitas dan perilaku manusia. Mengapa begitu? Karena ia menegaskan bahwa tindakan baik, walaupun mungkin terjadi tanpa pamrih atau tanpa saksama dari orang lain pada saat itu, akan selalu diperhatikan, dihargai, dan akhirnya diakui oleh lingkungan sekitar. Ini berarti bahwa meskipun mungkin tidak ada penghargaan atau pujian langsung yang kita terima saat melakukan perbuatan baik, namun pada akhirnya, kebaikan tersebut akan menciptakan jejak positif dalam hidup kita dan mungkin juga dalam kehidupan orang lain.

Sebaliknya, kutipan ini juga menegaskan bahwa perbuatan buruk tidak akan luput dari pengamatan atau konsekuensi. Meskipun mungkin ada upaya untuk menyembunyikan perbuatan buruk, pada akhirnya, kebenaran akan terungkap. Seperti cahaya yang menerangi kegelapan, kebenaran akan mengungkapkan segala sesuatu yang tersembunyi, dan perbuatan buruk akan terbongkar. Dengan demikian, pesan dari kutipan ini mengingatkan kita untuk selalu bertindak dengan integritas, kejujuran, dan kebaikan hati, karena pada akhirnya, kita akan menghadapi akibat dari perbuatan kita sendiri. Oleh karena itu, kutipan ini mengajak kita untuk memilih tindakan yang baik, karena meskipun tidak selalu terlihat di awal, namun pada akhirnya, kebaikan akan menang dan kebenaran akan terungkap.

 

4.Kakehan gludug kurang udan.

(Terlalu banyak bicara namun tidak pernah ada bukti).

 

Penjelasannya:

Kutipan “Kakehan gludug kurang udan” mencerminkan pentingnya tindakan dan bukti dibandingkan hanya sekadar bicara kosong. Pesan yang terkandung di dalamnya mengingatkan kita bahwa berbicara tanpa memberikan bukti atau tindakan yang nyata adalah sia-sia belaka. Kadang-kadang, orang lebih suka menghabiskan waktu dengan berbicara tanpa henti, tetapi pada akhirnya, tanpa adanya tindakan yang mengikuti kata-kata, semua itu hanya akan menjadi suara hampa.

Kutipan ini juga menyoroti betapa pentingnya konsistensi dalam kata-kata dan tindakan seseorang. Hanya dengan tindakan yang konsisten dan nyata kita dapat membuktikan integritas dan kejujuran kita. Ini mengajarkan bahwa kata-kata yang tidak diikuti oleh tindakan yang sesuai tidak memiliki nilai yang signifikan. Oleh karena itu, pesan dari kutipan ini adalah untuk lebih fokus pada tindakan daripada sekadar bicara kosong. Kita perlu memastikan bahwa kata-kata kita didukung oleh tindakan yang nyata dan bahwa kita memberikan bukti atas apa yang kita katakan. Dengan demikian, kutipan ini mengajarkan kita untuk menjadi lebih bijaksana dalam menggunakan kata-kata kita dan untuk memastikan bahwa kita selalu mengikuti kata-kata kita dengan tindakan yang konsisten dan bermakna.

 

5.Sepi ing pamrih, rame ing gawe.

(Melakukan pekerjaan tanpa pamrih).

 

Penjelasannya:

Kutipan “Sepi ing pamrih, rame ing gawe” mengajarkan nilai dari melakukan pekerjaan tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih. Pesan yang terkandung di dalamnya adalah bahwa kepuasan sejati terletak bukan pada imbalan materi atau pujian dari orang lain, tetapi dalam kesenangan dan kepuasan yang didapat dari melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan tanpa pamrih.

Kutipan ini menyoroti pentingnya ketulusan dan dedikasi dalam menjalani hidup. Ketika kita melakukan sesuatu dengan sepenuh hati dan tanpa mengharapkan imbalan, kita merasakan kepuasan yang lebih dalam dan lebih bermakna. Selain itu, kutipan ini juga menekankan pentingnya fokus pada proses daripada hasil akhir. Dengan mengalihkan perhatian dari imbalan eksternal dan lebih memusatkan perhatian pada proses kerja itu sendiri, kita dapat menemukan kegembiraan yang lebih besar dalam setiap langkah yang kita ambil.

Oleh karena itu, pesan dari kutipan ini adalah untuk mengutamakan nilai-nilai intrinsik dari pekerjaan yang kita lakukan, seperti kepuasan, kesenangan, dan pemuasan diri, daripada sekadar mencari pengakuan atau imbalan dari luar. Dengan menjalani hidup dengan sikap yang tulus dan tanpa pamrih, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan orang-orang di sekitar kita.