Kumpulan Kata-kata Bijak Bahasa Jawa Part 2

Spositif.com – Mayoritas orang Indonesia berasal dari suku Jawa, dan tak heran bahasa Jawa begitu populer dipakai sebagai bahasa kedua setelah bahasa Indonesia. Apalagi 3-5 tahun kebelakang lagu dengan bahasa Jawa begitu viral dan dinikmati jutaan telinga pencinta musik. Dengan fenomena tersebut sudah menjadi jawaban kenapa bahasa Jawa semakin lazim didengar.

Bukan hanya soal lagu, elemen bahasa Jawa yang mencuri perhatian juga termasuk kata-kata bijaknya. Kata-kata bijak bahasa Jawa,  juga memiliki makna yang mendalam yang bisa dijadikan pedoman hidup untuk kita semua.

Daftar kata-kata bijak bahasa Jawa, bisa kita jadikan pedoman untuk menyelesaikan masalah hidup atau dijadikan agar kita lebih giat dalam berusaha :

 

Berikut ini adalah daftar Kata-kata Mutiara Bahasa Jawa dan Penjelasannya  :

 

1.Aja milik barang kang melok.

(Jangan tergiur barang yang berkilau)

 

Penjelasannya :

Kata-kata bijak “ Aja milik barang kang melok”  memiliki arti yang tegas tentang manusia yang harus menaruh kebijaksanaan dan bisa mengendalikan diri, agar tidak terhasut oleh rayuan hawa nafsu. Dalam konteks diatas, frasa tersebut memberikan pedoman bahwa manusia jangan gampang terhipnotis dengan sesuatu yang bersinar atau sesuatu yang menggoda, terutama dalam hal materi bisa berupa uang/harta.

Kata-kata bijak bahasa Jawa diatas menekankan urgensi sebuah kebijaksanaan dan ketenangan, manusia harus memiliki prinsip yang kuat agar tidak gampang terkena arus. Karena arus bisa saja membawa kita menuju jurang. Terkadang sesuatu yang terlihat menarik itu hanya tipuan saja, tidak benar-benar membuat kita menuju jalan yang lurus.

Bijaksana dan mawas diri itu penting meski kita dalam kondisi puncak, biar kita tidak terlena, biar kita tetap melihat kebawah. bijaksana bisa membuat kita untuk tidak tergesa-gesa mengambil keputusan, apalagi memutuskan sesuatu karena penampilan saja.

Secara garis besar, kata-kata bijak diatas mengingat manusia untuk fokus pada sesuatu yang memiliki nilai kebenaran sejati dan bertahan lama, manusia tidak boleh terlena karena melihat karena tampilannya saja. Ingatlah bahwa buku tidak dinilai dari sampulnya, namun dari isinya.

 

2.Akeh wong sing ngrasakne tresna, nanging mung sethithik wong sing ngrasakne hakekate tresna.

(Banyak orang yang bisa merasakan cinta, tetapi hanya sedikit orang yang dapat merasakan hakikat dari cinta)

 

Penjelasannya :

Kata-kata bijak diatas memiliki penjelasan garis besar tentang cinta dan kebijaksanaannya. Kata-kata bijak diatas memiliki pesan moral, bahwa kebanyakan orang mungkin bisa merasakan cinta, kebanyakan orang mungkin suka untuk dimabuk cinta, namun tidak banyak orang yang tahu tentang esensi cinta sejati. Hanya segelintir orang saja yang tahu bagaimana hakikat cinta itu seperti apa. Ini menyoroti perbedaan antara merasakan emosi cinta secara sementara atau permukaan dengan memahami secara mendalam esensi sejati dari cinta itu sendiri.

Orang yang paham hakikat cinta sejati akan belajar tentang kepedulian, kedamaian, pengorbanan, kelembutan, dan komitmen yang kuat yang akan dibuktikan kepada orang-orang yang ada disekelilingnya. Orang yang tahu hakikat cinta, tidak akan membual janji-janji surga, tapi ia bisa buktikan perkataannya dengan bukti nyata. Hakikat cinta sejati juga menyadarkan kita tentang cinta yang tidak hanya tentang perasaan senang, tetapi juga tentang bentuk perasaan-perasaan lain antara diri sendiri dengan pasangan. Dua orang yang memiliki cinta sejati, akan selalu berjalan bersama, menghentikan rasa takut dan saling menenangkan.

Dengan demikian, frasa diatas mengajarkan pentingnya untuk tidak hanya merasakan cinta, tetapi juga untuk memahami dengan mendalam esensi sejati dari cinta itu sendiri, yang melampaui batas-batas emosi sementara dan mengarah pada hubungan yang kokoh dan berarti.

 

3.Ambeg utomo, andhap asor.

(Boleh menjadi yang di utamakan, tetapi harus tetap rendah hati).

 

Penjelasannya :

Kata-kata mutiara bahasa Jawa diatas memiliki arti bahwa manusia harus tetap memiliki kerendahan hati, menghindari rasa sombong dan tetap melihat kebawah meskipun berada di posisi tinggi. Tentu boleh untuk memiliki kekuasaan, jabatan atau profesi tinggi namun manusia perlu memelihara rasa “Andhap Asor”.

Ada banyak sekali status-status yang mungkin dinilai tinggi dalam lingkungan bermasyarakat seperti menjadi kepala daerah, dokter, kuliah di perguruan tinggi, dan seringkali manusia seperti terlena dengan status tersebut dan malah menjadi sombong. Sikap merasa lebih superior daripada orang lain, cepat atau lambat akan menjadi Boomerang bagi orang yang melakukannya. Perlu digarisbawahi, bahwa kedudukan dan pencapaian bisa menjadi sia-sia bila tidak dimanfaatkan dengan baik, tidak ada gunanya hal tersebut bila sikap sombong terus terpelihara dalam diri kita.

Kata-kata bijak Jawa diatas juga menunjukkan bahwa rendah hati adalah sikap yang disukai dan bisa merekatkan hubungan kita dengan orang lain. Rendah hati juga memancing rasa empati, kita bisa bekerjasama dan menolong sesama apabila dalam situasi kesusahan.

Orang Jawa memang dikenal dengan budayanya yang Budi luhur, contohnya adalah nasehat kata-kata bijak diatas yang mengajarkan kita tentang rendah hati meskipun dalam posisi puncak. Orang Jawa percaya bahwa orang yang rendah hati, akan dimudahkan rezekinya dan mendapatkan sambutan yang baik dari orang sekitar.

Secara garis besar kata-kata bijak bahasa Jawa diatas, bisa dijadikan sebuah pelajaran berharga untuk kita renungkan, kelak bila kita dalam keadaan jangan pernah merasa sombong, terus pelihara rasa rendah hati, agar kita terus menjadi manusia yang memiliki Budi luhur.

 

4.Kebo nyusu gudel.

(Tidak ada yang salah apabila orang yang lebih tua meminta petunjuk atau diajari oleh orang yang lebih muda).

 

Penjelasannya:

Pesan dari pepatah bahasa Jawa “Kebo nyusu gudel” adalah tentang pentingnya terbuka terhadap pembelajaran dari siapa pun, tanpa memandang usia atau hierarki. Terkadang, dalam budaya kita, ada kecenderungan untuk menganggap bahwa orang yang lebih tua harus selalu menjadi sumber pengetahuan dan pengalaman. Namun, pepatah ini mengajarkan bahwa kebijaksanaan dan pengetahuan tidak hanya terletak pada generasi yang lebih tua.

Seringkali, dalam era teknologi modern seperti sekarang, generasi muda memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang inovasi dan perkembangan terbaru dalam teknologi, media sosial, dan cara-cara baru untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan jika seseorang yang lebih tua meminta bantuan kepada anak-anak atau cucunya dalam hal-hal yang berkaitan dengan teknologi.

Contohnya, seorang nenek yang ingin belajar menggunakan ponsel pintar untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman-temannya. Dia mungkin meminta cucunya untuk mengajarkannya cara mengirim pesan teks, membuat panggilan video, atau menggunakan aplikasi media sosial. Dalam hal ini, nenek tersebut menunjukkan sikap yang bijaksana dengan membuka diri untuk belajar dari generasi yang lebih muda.

Dengan menerima bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan tidak memiliki batasan usia, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan saling mendukung di mana orang-orang dari berbagai generasi dapat belajar satu sama lain dengan terbuka dan tanpa rasa malu. Ini juga menciptakan ikatan yang lebih kuat antara generasi yang berbeda dan memperkaya pengalaman hidup kita secara kolektif. Oleh karena itu, “Kebo nyusu gudel” mengajarkan pentingnya sikap rendah hati dan keterbukaan untuk belajar dari siapa pun, tidak peduli seberapa tua atau muda mereka.