Kumpulan Kata-kata Bijak Filsuf Part 2

Spositif.com – Filsuf memiliki sumbangsih pikiran dan gagasan untuk kemajuan dunia ini, baik filsuf timur dan barat mampu mengekspresikan sebuah sudut pandang tentang apa Itu hidup, bagaimana kehidupan terjadi, bagaimana hubungan manusia dan spiritualitas dan banyak hal lain yang dibahas.

Kita bisa mempelajari gagasan filsuf-filsuf termasyur, menemukan berbagai inspirasi dan kebijaksanaan yang sewaktu-waktu bisa kita renungkan saat menghadapi sebuah . Kata-kata bijak filsuf, bisa jadi alternatif bacaan sehari-hari untuk kita karena mengandung banyak sekali pembelajarann:

Berikut ini adalah Kumpulan Kata-kata Bijak Filsuf Part 2 :

 

1.Kebahagiaan dan kebebasan dimulai dengan sebuah pemahaman yang jelas atas satu prinsip. Yaitu mana yang ada dalam kontrol dirimu dan mana yang bukan. – Epictetus

 

Penjelasan :

Kata-kata bijak filsuf tersebut memiliki maksud, manusia perlu belajar tentang kontrol diri, belajar bahwa tidak semua hal di dunia ini bisa dikendalikan oleh manusia, dengan demikian manusia akan lebih mudah untuk berjiwa bahagia.

Epictetus, bagi yang belum tau ia adalah seorang filsuf yunani yang terkenal dengan ajarannya yang berupa Stoickisme. ia hidup di tahun-tahun awal Masehi. Epictetus banyak mengemukakan pemikirannya tentang hakikat manusia, hakikat pikiran, bagaimana cara manusia berpikir dan cara kontrol diri dari berbagai emosi negatif

Epictetus menekankan bahwa kunci menuju kebahagiaan dan kebebasan adalah dengan memahami perbedaan antara apa yang dapat kita kontrol dan apa yang tidak. Menurut ajaran Stoik, kita tidak selalu memiliki kendali penuh atas situasi atau peristiwa di luar kendali kita, tetapi kita selalu memiliki kendali penuh atas bagaimana kita merespons atau bereaksi terhadap situasi tersebut.

Dengan menyadari batasan kontrol kita, kita dapat membebaskan diri dari kecemasan, ketakutan, atau stres yang disebabkan oleh hal-hal yang di luar kendali kita. Sebaliknya, kita dapat fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, seperti sikap, tindakan, dan persepsi kita terhadap dunia. Dengan demikian, kita dapat menciptakan kebahagiaan dan kebebasan yang lebih besar dalam kehidupan kita.

Epictetus mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam, bukan dari eksternalitas. Dengan memahami dan menerima apa yang dapat kita kendalikan dan apa yang tidak, kita dapat menemukan kedamaian dan kepuasan dalam diri kita sendiri, tanpa tergantung pada faktor-faktor eksternal yang tidak dapat kita kontrol.

Epictetus dengan ajaran filosofi Stoickisme-nya sangat cocok dipelajari oleh semua kalangan, karena bisa menjawab berbagai kegelisahan pada diri manusia.

 

2.Memahami dunia sebagaimana adanya, bukan sebagaimana seharusnya, adalah awal dari kebijaksanaan. – Bertrand Russell

 

Penjelasannya ;

Kata-kata bijak tersebut mengandung pesan yang dalam tentang pentingnya melihat dunia dengan cara yang realistis dan objektif sebagai langkah pertama menuju kebijaksanaan. Bertrand Russell, seorang filsuf, matematikawan, dan penulis abad ke-20, dikenal karena karyanya dalam berbagai bidang, termasuk filsafat, logika, dan sejarah pemikiran barat.

Kata-kata bijak tersebut, Russell menekankan bahwa untuk menjadi bijaksana, kita harus mampu memahami dan menerima dunia sebagaimana adanya, bukan sebagaimana kita harapkan atau inginkan. Ini menyoroti pentingnya memiliki perspektif yang objektif dan realistis terhadap kehidupan, yang tidak terlalu dipengaruhi oleh harapan atau keinginan subjektif kita.

Dengan memahami dunia dengan cara ini, kita dapat melihat dan menghadapi tantangan, kegagalan, dan kekecewaan dengan lebih tenang dan bijaksana. Kita tidak terjebak dalam idealisme atau impian yang tidak realistis, tetapi menghadapi realitas dengan keberanian dan ketenangan pikiran.

Selain itu, memahami dunia sebagaimana adanya juga memungkinkan kita untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas kehidupan, manusia, dan masyarakat. Ini membantu kita untuk membuat keputusan yang lebih bijaksana dan bertindak dengan lebih efektif dalam menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan.

Dengan demikian, kutipan ini mengajak kita untuk mengembangkan sikap yang realistis dan objektif terhadap dunia, sebagai langkah awal menuju kebijaksanaan yang sejati. Ini mengingatkan kita bahwa kebijaksanaan bukan hanya tentang memiliki pengetahuan atau intelektualitas, tetapi juga tentang memiliki pandangan yang bijaksana dan realistis terhadap dunia di sekitar kita.

 

3.Semua kebenaran di dunia ini harus melewati tiga langkah. Pertama ditertawakan seketika, kedua ditentang dengan kasar, dan ketiga diterima tanpa pembuktian dan sebab.” – Arthur Schopenhauer

 

Penjelasannya :

Kata-kata bijak tersebut mengajarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana kebenaran sering kali diterima dalam masyarakat. Arthur Schopenhauer, seorang filsuf Jerman abad ke-19 yang terkenal karena pandangan-pandangannya tentang metafisika, kehendak, dan kebahagiaan, mungkin mengamati pola umum di mana kebenaran atau ide-ide baru sering kali dihadapi dengan resistensi sebelum diterima.

Dalam kutipan ini, Schopenhauer menggambarkan tiga tahap yang sering dialami oleh ide-ide baru atau kebenaran yang berseberangan dengan konvensi atau pandangan yang sudah mapan dalam masyarakat.

Pertama, ide atau kebenaran baru sering kali ditertawakan atau dianggap sebagai hal yang lucu atau tidak penting oleh mereka yang masih terikat pada pandangan lama atau kebiasaan. Ini menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk melihat nilai atau kebenaran dalam ide yang baru.

Kedua, ide atau kebenaran baru kemudian sering kali ditentang secara kasar oleh mereka yang merasa terancam oleh perubahan atau tantangan terhadap keyakinan mereka. Ini bisa berupa perlawanan aktif, penolakan terhadap ide-ide baru, atau bahkan agresi verbal atau fisik terhadap para pelopor ide.

Terakhir, setelah melewati tahap-tahap awal tersebut, ide atau kebenaran baru akhirnya diterima tanpa pembuktian dan alasan yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa, pada akhirnya, nilai atau kebenaran dari ide tersebut diakui oleh masyarakat secara luas, meskipun awalnya mereka menolak atau meragukannya.

Dengan demikian, kata-kata  bijak tersebut mengajarkan kita tentang ketahanan dan keberanian untuk tetap setia pada kebenaran, bahkan ketika itu ditertawakan atau ditentang oleh masyarakat. Ini juga mengingatkan kita bahwa proses penerimaan terhadap ide-ide baru sering kali memerlukan waktu dan kesabaran, tetapi pada akhirnya, kebenaran akan tetap diterima.

 

4.Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai.” – Arthur Schopenhauer

 

Kata-kata bijak ini mengandung pesan tentang pentingnya mensyukuri apa yang sudah kita miliki daripada terus-menerus menyesali apa yang belum kita capai. Arthur Schopenhauer, filsuf Jerman abad ke-19 yang terkenal dengan pandangan-pandangannya tentang kehendak, kebahagiaan, dan penderitaan, mungkin menyadari pola umum di mana manusia seringkali cenderung fokus pada kekurangan dan keinginan yang belum terpenuhi, daripada menghargai dan bersyukur atas apa yang sudah ada dalam hidup mereka.

Dalam kata-kata bijak ini, Schopenhauer menyoroti paradoks manusia di mana mereka cenderung menaruh perhatian lebih banyak pada hal-hal yang masih mereka impikan atau inginkan, daripada menghargai apa yang sudah mereka miliki. Hal ini sering kali mengarah pada sikap tidak puas dan kekecewaan dalam kehidupan, bahkan ketika seseorang telah mencapai kesuksesan atau memiliki kebahagiaan yang relatif.

Dengan kata lain, kita cenderung menjadi lebih terfokus pada apa yang belum kita capai daripada apa yang sudah kita miliki. Hal ini dapat menghalangi kita untuk merasakan kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Schopenhauer mungkin mengajarkan pentingnya untuk berhenti sejenak, menghargai apa yang telah kita capai, dan bersyukur atas hal-hal kecil dalam hidup yang seringkali terlewatkan.

Latar belakang filsuf Arthur Schopenhauer mencerminkan pemahamannya tentang sifat manusia dan psikologi, serta pandangannya tentang kehidupan dan kebahagiaan. Schopenhauer menganggap bahwa kebahagiaan yang sejati tidak dapat ditemukan dalam pencapaian material atau pencapaian eksternal, tetapi dalam penerimaan dan pemahaman akan sifat manusia yang berpusat pada kehendak.

Dengan demikian, kata-kata bijak ini mengajarkan kita tentang pentingnya melihat dan mensyukuri apa yang sudah kita miliki dalam hidup, daripada terus-menerus mengejar apa yang belum tercapai. Ini juga mengajak kita untuk lebih menghargai momen-momen kecil dalam kehidupan dan menghentikan siklus ketidakpuasan yang terus-menerus.